Jumat, 12 Oktober 2012

Minyak Atsiri Fuli dan Buah Pala


Pala dipanen biji, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau macis). Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex. Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan mencapai kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat mencapai 20m dan usianya bisa mencapai ratusan tahun.
Sebelum dipasarkan, biji dijemur hingga kering setelah dipisah dari fulinya. Pengeringan ini memakan waktu enam sampai delapan minggu. Bagian dalam biji akan menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai pala.
Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun.
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air yang berasal dari tanaman.  Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses destilasi.  Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air.  Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif rendah.  Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan kerena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan.
Metode Penyulingan
Fuli dan biji pala mengandung minyak atsiri, masing-masing 11 dan 12%. Minyak atsiri  tersebut dapat diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu:
1. Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air mendidih.  Minyak atsiri akan menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi.  Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling perebus.
2. Metode pengukusan:  Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya hampir sama dengan dandang.  Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi.  Alat yang digunakan untuk metode ini disebut suling pengukus.
3. Metode uap langsung:  Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel pembangkit uap.  Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi.  Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling uap langsung.
Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup baik, proses cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar, metode uap langsung yang paling baik karena paling efisien dibanding cara lainnya.



Bagian Buah Pala
Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya lebih dari 70% dari berat buah, berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan bergetah yang encer, rasanya sepat dan mempunyai sifat sebagai astringen (obat luar bagi kulit). Berikut ini merupakan persentase berat dari bagian-bagian buah pala menurut Rismunandar (1990) dalam Nurdjannah (2007).
Bagian buah
Persentase basah (%)
Persentase kering angin (%)
Daging
77,8
9,93
Fuli
4
2,09
Tempurung
15,1
-
Biji
13,1
8,4



 Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis yaitu minyak atsiri (essential oil) dan minyak lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geografis dan tempat tumbuhnya maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan minyak atsiri dalam biji lebih rendah dari fixed oil, tetapi komponen minyak atsiri lebih berperan penting sebagai pemberi rasa pada industri makanan, minuman, dan dalam industri farmasi. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional. Keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai ekonomi, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan.
BAHAN
1) Fuli pala
2) Buah pala muda.  Buah pala ini mempunyai fuli yang berwarna keputihan dan daging kulit buah lunak.  Biasanya yang digunakan adalah buah yang berumur 4-5 bulan.  Buah pala muda ini relatif tinggi kadar minyak atsirinya.
3) Air
4) Kertas saring berlapis magnesium karbonat.
PERALATAN 
1) Alat suling pengukus.  Alat ini digunakan untuk menyuling minyak atsiri dengan metode pengukusan.  Bagian-bagian utama dari alat penyuling ini ialah:
- Ketel suling
- Pengembun uap (kondensor).
- Penampung hasil pengembunan.
2) Botol kaca berwarna gelap, atau jerigen plastik kualitas tinggi.
CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bahan
a. Fuli kering yang akan disuling tidak perlu dipersiapkan secara khusus. Bahan ini dapat langsung dimasukkan ke dalam ketel suling.  Sedangkan buah pala muda perlu dipotong atau dicacah menjadi ukuran kecil-kecil (0,5-1 cm).
b. Ukuran potongan buah harus diusahakan seseragam mungkin.  Ukuran yang tidak seragam akan meyulitkan penyusunan bahan di dalam ketel secara baik.
2) Penyiapan Alat Suling
Bagian dalam ketel dibersihkan.  Setelah itu ketel diisi dengan air bersih. Permukaan air barada 3-5 cm di bawah plat berpori yang menjadi alas potongan fuli atau buah pala.  Air yang paling baik diisikan adalah air hujan, karena air ini tidak akan menimbulkan endapan atau kerak pada dinding dalam ketel.
3) Pengisian Bahan ke dalam Ketel
a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik.  Bahan disusun dengan formasi seragam dan mempunyai cukup rongga untuk penetrasi uap secara merata ke dalam tumpukan bahan.  Tumpukan bahan yang terlalu padat dapat menyebabkan terbentuk  rat holes yaitu suatu jalur uap yang tidak banyak kontak dengan bahan yang disuling.  Tentu saja hal ini menyebabkan rendemen dan mutu minyak akan rendah.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel ditutup secara rapat sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan uap lolos dari celah tersebut.
4) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin.  Pada saat itu alat pemisah air-minyak sudah terpasang pada saluran keluar kondensat.
b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor.  Api harus diusahakan hanya mengenai dasar ketel.  Api yang terlalu besar bisa menjilat dinding ketel sehingga dinding menjadi sangat panas, dan hal ini dapat menyebabkan gosong atau rusaknya bahan yang terdapat di dalam ketel. Penyulingan dilakukan selama 24-48 jam.
5) Pengurangan air
a. Minyak atsiri pala (dari fuli atau dari buah) yang diperoleh masih mengandung sejumlah kecil air.  Air ini dapat dikurangi dengan menyaring minyak melalui kertas saring berlapis magnesium karbonat.
b. Untuk memperoleh minyak atsiri pala dengan kandungan air yang rendah, minyak atsiri pala harus disentrifusi dengan kecepatan tinggi atau disaring dengan penyaring mekanis.
6) Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap dan kering. Botol ini harus ditutup rapat.  Jerigen plastik yang berkualitas tinggi juga dapat digunakan sebagai wadah penyimpan minyak atsiri pala. 

Minyak Atsiri
Penelitian terhadap minyak atsiri tanaman pala telah banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa minyak atsiri mempunyai kandungan senyawa atau zat yang lebih banyak, sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Selain itu, minyak atsiri mengandung senyawa yang mempunyai pengaruh sebagai psikotropika yang bersifat farmakologis. Minyak atsiri pala ini berupa cairan yang tidak berwarna atau kuning pucat serta memiliki rasa dan bau yang menyerupai pala, diperoleh dengan proses distilasi. Minyak ini dapat larut dalam alkohol, namun tidak larut dalam air pada suhu 250C, sensitif pada cahaya dan udara, sehingga tempat penyimpanannya harus terlindung dari cahaya dan dalam wadah yang tertutup rapat. Komponen dalam biji dan fuli pala terdiri dari minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral. Biji pala yang dimakan ulat mempunyai presentase minyak atsiri lebih tinggi daripada biji utuh karena pati dan minyak lemaknya sebagian dimakan oleh serangga (Marcelle dalam Nurdjannah 2007). Persentase minyak atsiri pada tanaman pala lebih rendah bila dibandingkan dengan fixed oil (minyak lemak). Menurut Rismunandar dalam Nurdjannah (2007), biji pala mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata 10% dan fixed oil (minyak lemak) sekitar 25-40%, karbohidrat sekitar 30% dan protein sekitar 6%.
Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala, sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna yang sama. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar antara 2-15% (rata-rata 12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata 11%). Bahan baku biji dan fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji pala muda dan biji pala tua yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor pra panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan dan transportasi. Biji pala yang akan disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada saat menjelang terbentuknya tempurung yaitu berusia sekitar 4-5 bulan. Pada umur tersebut warna fuli masih keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak. Fuli yang tua dan sudah merah warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif rendah dan dimanfaatkan untuk ekspor (Somaatmaja, dalam Nurdjannah. 2007). Penyulingan dapat dilakukan dengan cara penyulingan uap pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam Nurdjannah 2007).

Komponen dan Kegunaan Minyak Atsiri
Frederick Power dan Arthur Henry Salway merupakan orang pertama yang mengetahui kandungan senyawa dalam pala dengan cara isolasi kemudian mengidentifikasi senyawa tersebut pada tahun 1907-1908. Pada tahun 1960-an, senyawa lainnya dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik modern seperti gas-cair kromatografi. Camphene dan pinene merupakan senyawa utama dari minyak atsiri. Namun sekarang diketahui bahwa terdapat senyawa lain seperti sabinene. Keberadaan camphene dan sabinene saling bergantian dan mempunyai kandungan 50% dari minyak atsiri pala.
Menurut Dorman et al. dalam Nurdjannah (2007) komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter. Komponen monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti safrole (3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al., (2004) menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentifikasi dalam minyak pala (sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation) menggunakan alat penyuling minyak. Pada prinsipnya komponen minyak tersebut teridentifikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala. Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri pala antara lain sebagai berkut :
1.    Camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis pada aorta beberapa hewan.
2.    d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper), pelarut, plastik, dasar parfum dan minyak pinus sintetis.
3.    Dipentene digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan resin.
4.    d-linalool juga disebut coriandrol, digunakan dalam wewangian.
5.      d-borneol digunakan dalam pembuatan wewangian dan dupa.
6.      i-terpineol digunakan sebagai antiseptik, pembuatan parfum dalam sabun.
7.      Geraniol digunakan dalam wewangian.
8.      Miristisin adalah senyawa pada pala yang banyak dipelajari, karena sifat farmakologinya dan dapat menyebabkan efek halusinogen (masih belum dibuktikan).
9.    Safrol digunakan pada industri untuk membuat wewangian, sabun dan digunakan sebagai antiseptik.
10.  Eugenol dan iso-eugenol digunakan dalam pembuatan wewangian, selain minyak cengkeh, dapat juga digunakan sebagai analgesik gigi.
Berdasarkan informasi diatas diketahui bahwa semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis, baik di pasar nasional maupun pasar internasional. Pemanfaatan buah pala yang belum optimal, hendaknya perlu dilakukan inovasi agar dapat menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pala dan tidak hanya tergantung pada penjualan biji pala saja.

1 komentar: