Pondok Pesantren Langitan
Jln. Raya Widang Tuban PO BOX 02
Babat 62271
Telp/Fax. 0322-451156
Sejarah dan perkembangan
Lembaga
pendidikan yang sekarang ini dihuni oleh lebih dari 5.500 santri yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia dan sebagian Malaysia ini dahulunya adalah
hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH. Muhammad
Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat untuk
meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni penjajah dari tanah Jawa
KH. Muhammad
Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M), kepengasuhan
pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh putranya, KH. Ahmad Sholeh. Setelah
kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan (1870-1902 M) akhirnya beliau
wafat dan kepengasuhan selanjutnya diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad
Khozin. Beliau sendiri mengasuh pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M).
Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, KH.
Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M), dan seterusnya
kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid
yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau,
KH. Abdulloh Faqih.
Perjalanan
Pondok Pesantren Langitan dari periode ke periode selanjutnya senantiasa
memperlihatkan peningkatan yang dinamis dan signifikan namun perkembangannya
terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa KH. Muhammad Nur yang
merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa H. Ahmad Sholeh dan KH.
Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian
berlanjut pada pengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH.
Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase pembaharuan.
Dalam rentang
masa satu setengah abad Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan
peran yang luar biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi
Pondok yang representatif dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri
maupun manca negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren
yang dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti KH.Kholil
Bangkalan, KH. Hasyim Asyary, KH. Syamsul Arifin (ayahanda KH. Asad Syamsul
Arifin) dan lain-lain.
Dengan berpegang
teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil
Ashlah(memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya
yang baru yang konstruktif), maka Pondok Pesantren Langitan dalam perjalanannya
qenantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam
merekonstruksi bangunan-bangunan sosio kultural, khususnya dalam hal pendidikan
dan manajemen.
Usaha-usaha
ke arah pembaharuan dan modernisasi memang sebuah konsekwensi dari sebuah dunia
yang modern. Namun Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini mempunyai
batasan-batasan yang kongkrit, pembaharuan dan modernisasi tidak boleh merubah
atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren.
Sehingga
dengan demikian Pondok Pesantren Langitan tidak sampai terombang-ambing oleh
derasnya arus globalisasi, namun justru sebaliknya dapat menempatkan diri dalam
posisi yang strategis, dan bahkan kadang-kadang dianggap sebagai alternatif.
Lokasi dan asal
nama
Pondok
Pesantren Langitan adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam tertua
di Indonesia. Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu
tepatnya pada tahun 1852 M, di Dusun Mandungan Desa Widang Kecamatan Widang
Kabupaten Tuban Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren Langitan terletak di
samping Bengawan Solo dan berada di atas areal tanah seluas kurang lebih 7
hektar serta pada ketinggian kira-kira tujuh meter di atas permukaan laut.
Lokasi pondok
berada kira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota Kecamatan Widang,
atau kurang lebih tiga puluh kilo meter sebelah selatan ibukota Kabupaten
Tuban, juga berbatasan dengan Desa Babat Iecamatan Babat Kabupaten Lamongan
dengan jarak kira-kira satu kilo meter. Dengan lokasi yang setrategis ini
Pondok Pesantren Langitan menjadi mudah untuk dijangkau melalui sarana angkutan
umum, baik sarana transportasi bus, kereta api, atau sarana yang lain. Adapun
nama Langitan itu adalah merupakan perubahan dari kata Plangitan, kombinasi
dari kata plang (Jawa) berarti papan nama dan wetan (Jawa) yang berarti timur.
Memang di sekitar daerah Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren Langitan ini
didirikan pernah berdiri dua buah plang atau papan nama, masing-masing terletak
di timur dan barat. Kemudian di dekat plang sebelah wetan dibangunlah sebuah
lembaga pendidikan ini, yang kelak karena kebiasaan para pengunjung menjadikan
plang wetan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata dan mengunjungi pondok
pesantren, maka secara alamiyah pondok pesantren ini diberi nama Plangitan dan
selanjutnya populer menjadi Langitan. Kebenaran kata Plangitan tersebut
dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam huruf Arab dan
berbahasa Melayu yang tertera dalam kitab “Fathul Mu’in” yang selesai ditulis
tangan oleh KH. Ahmad Sholeh, pada hari Selasa 29 Rmbiul Akhir 1297 Hijriyah.
Pendidikan dan
pengajaran
Pondok
pesantren secara umum bagaimanapun tipe dan latar belakangnya meletakkan
pendidikan dan pengajaran sebagai tolak ukur bagi aktifitas-aktifitas lainnya.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan jantung dan sumber
kehidupan terhadap kelangsungan dan eksistensi sebuah pesantren.
Pondok
Pesantren Langitan adalah ponpes salaf yang pendidikannya menganut sistem
tradisional dan memfokuskan diri pada materi pelajaran ilmu-ilmu agama.
1. TUJUAN
Tujuan pendidikan
dan pengajaran di Pondok Pesantren Langitan adalah tidak lepas dari tiga pokok
dasar:
a.
Membina anak didik menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan
agama yang luas yang bersedia mengamalkan ilmunya, rela berkorban dan berjuang
dalam menegakkan syiar Islam
b.
Membina anak didik menjadi manusia yang mempunyai keperibadian
yang baik (sholeh) dan bertaqwa kepada Alloh SWT serta bersedia menjalankan
syariatnya
c.
Membina anak didik yang cakap dalam persoalan agama (kafi), yang
dapat menempatkan masalah agama pada proporsinya, dan bisa memecahkan berbagai
persoalan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
2. METHODOLOGI
Sebuah
program tanpa didasari oleh methode yang baik tidak akan berjalan efektif.
Bahkan kadang-kadang dapat berbalik arah dari orientasi semula. Pondok
Pesantren Langitan selama kurun waktu yang cukup panjang ini telah menerapkan
beberapa methode pendidikan dan pengajaran dalam sistem klasikal (madrasiyah)
dan non klasikal (mahadiyah).
2.1 SISTEM KLASIKAL (MADRASIYAH)
Sistem
pendidikan klasikal adalah sebuah model pengajaran yang bersifat formalistik.
Orientasi pendidikan dan pengajarannya terumuskan secara teratur dan
prosedural, baik meliputi masa, kurikulum, tingkatan dan kegiatan-kegiatannya.
Pendidikan
dengan sistem klasikal ili di Pondok Pesantren Langitan (baik pondok putra
maupun pondok putri) telah berdiri tiga lembaga yaitu Al Falahiyah, Al
Mujibiyah dan Ar raudhoh.
ü Lembaga
pendidikan Al Falahiyah berada di pondok putra, lembaga pendidikan ini henjang
pendidikannya mulai dari RA/TPQ dengan masa pendidikan selama 2 tahun, Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, masing-masing masa
pendidikannya 3 tahun.
ü Lembaga
pendidikan Al Mujibiyah berada di pondok putri bagian barat. Adapun tingkat
pendidikannya adalah mulai dari tingkat MI, MTs dan MA, masing-masing selama 3
tahun.
ü Lembaga
pendidikan Ar raudhoh berada di pondok putri di bagian timur. Fase
pendidikannya adalah mulai MI, MTs, MA, masing-masing selama tiga tahun.
Ketiga
lembaga di atas satu sama lain memiliki kesamaan dan keserupaan hampir dalam
semua aspek termasuk juga kurikulumnya, karena ketiganya berada di bawah satu
atap yaitu Pondok Pesantren Langitan.
Sebagai
penunjang dan pelengkap kegiatan yang berada di madrasah dan bersifat mengikat
kepada semua peserta didik sebagai wahana mempercepat proses pemahaman terhadap
disiplin ilmu yang diajarkan, maka di Pondok Pesantren Langitan juga
diberlakukan ekstra kurikuler yang meliputi :
2.1.1
Musyawaroh atau Munadzoroh (diskusi)
Kegiatan
musyawaroh berlangsung setiap malam mengecualikan malam Rabo dan malam Jumat.
Methode ini dimaksudkan sebagai media bagi peserta didik untuk menelaah,
memahami dan mendalami suatu topik atau masalah yang terdapat dalam
masing-masing kitab kuning.
Dari
aktivitas ini diharapkan lahir sebuah generasi potensial yang memiliki
pemikiran-pemikiran kritis dan berwawasan luas serta terampil dalam menyerap
dan menggali suatu materi sekaligus mensosialisasikannya iepada masyarakat
luas.
2.1.2
Muhafadhoh (hafalan)
Metode
muhafadhoh atau hafalan adalah sebuah sistem yang sangat identik dengan
pendidikan tradisional termasuk pondok pesantren. Kegiatan ini j5ga bersifat
mengikat kepada setiap peserta didik dan diadakan setiap malam selasa. Adapun
standart iitab yang dijadikan obyek hafalan (muhafadhoh) menurut tingkatannya
masing-masing adalah ALALA, ROSUN SIRAH, AQIDATUL AWAM, HIDAYATUSSIBYAN,
TASHRIF AL ISTILAKHI DAN LUGHOWI, QOWAIDUL ILAL, MATAN AL JURUMIYAH, TUHFATUL
ATHFAL, ARBAIN NAWWAWI, I RITHI, MAQSHUD, IDATUL FARID, ALFIYAH IBNU MALIK,
JAWAHIRUL MAKNUN, SULAMUL MUNAWAROQ DAN QOWAIDUL FIQHIYYAH.
2.2
SISTEM NON KLASIKAL (MAHADIYYAH)
Pendidikan
non klasikal dalam Pondok Pesantren Langitan ini menggunakan methode wethon
atau bandongan dan sorogan. Methode wethon atau bandongan adalah sebuah model
pengajian di mana seorang kiai atau ustadz membacakan dan menjabarkan isi
kandungan kitab kuning sementara murid atau santri mendengarkan dan memberi makna.
Adapun sistem
sorogan adalah berlaku sebaliknya yaitu santri atau murid membaca sedangkan
kiai atau ustadz mendengarkan sambil memberikan pembetulan-pembentulan,
komentar atau bimbingan yang diperlukan. Kedua methode ini sama-sama mempunyai
nilai yang penting dan ciri penekanan pada pemahaman sebuah disiplin ilmu,
keduanya saling melengkapi satu sama lainnya.
Dalam
pelaksanaannya qistem non klasikal (mahadiyah) ini dibagi menjadi dua kelompok:
ü Umum, yaitu
program pendidikan non klasikal yang dilaksanakan setiap hari (selain hari
Selasa dan Jumat). Adapun waktunya beragam menyesuaikan kegiatan di madrasah.
Pendidikan ini diasuh oleh Majlis Masyayikh, asatidz dan santri senior.
ü Tahassus
yaitu program pendidikan khusus bagi santri pasca Aliyah dan santri-santri lain
yang dianggap telah memiliki penguasaan ilmu-ilmu dasar seperti Nahwu, Shorof,
Aqidah, Syariah. Program ini lebih populer disebut Musyawirin, diasuh langsung
oleh Majlis Masyayekh. Adapun pelaksanaanya adalah setiap hari kecuali hari
Selasa dan Jumat, materi yang diajarkan adalah Fiqh seperti Fathul Muin dan
Mahalli, dan Hadits
Gedung Wajar Dikdas dan Paket C
Gedung BPM (biro pengembangan masyarakt) paket B dan C
Mengingat
pentingnya pengakuan kemampuan santri dari dunia luar serta untuk mengejar
ketertingalan maka keluarga besar PP Langitan berinisiatif mengadakan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun (WAJAR DIKDAS) dan program Paket C
setara SMA. langkah ini diambil berdasarkan :
Keputusan direktur jenderal kelembagaan agama Islam nomor : Dj.II/209/2004
tentang pedoman penyelenggaraan program paket B pada pondok pesantren
Keputusan direktur jenderal kelembagaan agama Islam nomor : Dj.II/210/2004
tentang pedoman penyelenggaraan program paket C pada pondok pesantren
Program Wajar
Dikdas dan program Paket C ini telah menyelenggarakan Ujian Akhir Nasional
(UAN) dengan prosentase kelulusan mencapai 90 %. Program ini tidak sama dengan
persamaan yang sering dilakukan oleh lembaga pendidikan pada umumnya. Karena
dalam program ini siswa didik dituntut untuk mengikuti kegiatan belajar di
kelas dan berjenjang.
Asal dan Keadaan
santri
Santri putra
Pondok Pesantren Langitan pada akhir periode ini berjumlah 1.749 orang santri
dari jumlah keseluruhan santri Ponpes Langitan (putra/putri) yang berjumlah
kurang lebih 5.500 orang santri. Jumlah santri saat ini mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan jumlah santri pada awal periode ini yang mencapai
mencapai 2.022 orang.
Santri
sebanyak itu semuanya ditempatkan dalam 25 pondok/asrama (10 asrama santri
putra, 15 asrama putri) di Ponpes Langitan. Penurunan jumlah santri yang
terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini lebih banyak disebabkan oleh
menurunnya kondisi perekonomian rakyat Indonesia.
Santri
sebanyak itu tidak hanya berasal dari daerah sekitar pesantren saja, tetapi
juga berasal dari daerah-daerah lain yang cukup jauh, misalnya dari pulau-pulau
lain bahkan dari luar negeri. Ini menandakan bahwa Ponpes Langitan dengan
tipologi salafnya, dan dengan sistem dan metodologi yang diterapkannya,
benar-benar telah diterima oleh masyarakat.
Aktifitas santri
Dalam era globalisasi hampir semua sendi kehidupan umat manusia mengalami
perubahan yang amat dahsyat. lnstitusi sosial kemasyarakatan, kenegaraan,
keluarga bahkan institusi keagamaan tidak luput dari pengaruh arus deras
globalisasi. Akibatnya tidak sedikit terjadi penjomplangan nilai-nilai di
segala bidang kehidupan. Apa reaksi santri dan pesantren menghadapi hal ini?
Menutup diri? Tentu saja tidak.
Santri adalah
bagian dari masyarakat yang telah menanamkan harapan besar kepadanya. Agar
disaat pulang nanti santri mampu mengentaskan mereka dari penderitaan yang
menggerogoti jiwa dan tubuhnya. Mampu membimbing dan mengarahkan mereka menuju
hidup dalam kemapanan. Melihat tugas dan tantangan yang begitu besar, maka tak
ada lagi solusi, selain menjadikan santri sebagai figur manusia yang kuat
jiwanya, tidak mudah terguncang oleh gelombang ganas kehidupan, juga cerdas dan
luas wawasannya agar bisa memecahkan segala masalah yang menimpa dirinya dan
masyarakat sekitarnya. Selain itu juga tanggap dan terampil.
Untuk
membentuk figur santri seperti ini, maka dituntut adanya program yang betul-
betul terarah. Konstruksi bangunan aktifitas santri semuanya harus mengarah
kepada tujuan. Disinilah arti penting aktivitas santri dan sistem bangunannya,
karena hal inilah yang akan membentuk kepribadian dan prilaku santri ketika ia
kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Hal ini sudah
menjadi perhatian di Ponpes Langitan. Setidaknya berbagai aitifitas santri
Langitan sudah menuju ke arah sana, meskipun masih belum mencapai kesempurnaan.
Sarana dan prasarana
Tuntutan bagi
sebuah percapaian ilmu sangat erat kaitannya dengan tersedianya sarana dan pra
sarana yang representatif. Dalam hal ini upaya kongkrit telah dilakukan oleh
Poldok Pesantren Langitan dengan melakukan penataan, pelestarian, dan
pengembangan dalam bidang sarana dan pra sarana. Adapun fasilitas atau sarana
yang telah disediakan oleh Pondok Pesatren Langitan adalah:
a.
Tempat tinggal / asrama ( 20 asrama putra – putri)
b.
Tempat Ibadah
c.
Gedung tempat belajar mengajar
d.
Pusat perbelanjaan
e.
Kantin
f.
Ruang perawatan (POSKESTREN)
g.
Gedung perpustakaan
h.
Wartel
i.
Gedung pelatihan
j.
Lapangan olah raga
k.
Simpusan (Simpanan untuk santri).
SANTRI LANGITAN TERKENAL
Sebagai
salah satu pesantren tertua di Indonesia, Ponpes Langitan patut berbangga
karena memiliki beberapa santri yang kemudian menjadi ulama-ulama terkenal,
antara lain:
ü KH. Kholil
Bangkalan, pendiri Pesantren Syaikhona Kholil
ü KH. Hasyim
Asy’ary, pendiri NU dan Pesantren Tebuireng Jombang
ü KH. Syamsul
Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin) pendiri Ponpes Salafiyah Situbondo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar